SUNYI SEKALI

Oleh: Hans Wysiwyg

Aku punya dua jalan pintas rahasia. Salah satunya melalui loteng yang terlihat mirip plafon biasa. Aku harus berjalan selihai tupai saat melintasi kuda-kuda rumah, agar bisa mencapai rongga dinding yang mengarah langsung ke loteng milik Haji Rahmat. Jika bukan karena titisan silek-silat Amak, aku mungkin sudah terpelanting jatuh. Aku harus tetap bisa mengaji demi Amak.

***

Amak berwajah tegas dan sedikit keras. Jika sampai menjelang petang aku tak kelihatan batang hidungnya, maka ia akan meradang, bergegas mencariku hingga ke tanah lapang di persawahan utara dekat pabrik padi besar yang kokoh seperti benteng milik Datuk Badri.

Tempat seorang anak meninggal terbenam dalam sekam panas tahun lalu. Dan konon kini berhantu, apalagi kala matahari terbenam--sandekala—saatnya para jin dan setan bergentayangan.

Suaranya menggelegar, menggema ke seantero kampung. Memantul diantara dinding tembok pembatas rumahku, rumah Haji Rahmat, rumah Inyik Kulsum, bukit dan pepohonan besar.

"Mana bocah nakal itu!, kalau sampai Maghrib tak pulang akan aku hajar dia!!”, teriaknya melengkin...

Baca selengkapnya →