Malam merayap pelan di desa, seperti kain hitam yang dibentangkan Tuhan tanpa satu pun jahitan bintang. Tak ada deru kendaraan, tak ada lampu kota yang memanjakan mata. Sunyi terasa kental, seolah udara pun enggan bergerak.
Dua cangkir kopi mengepulkan uapnya di tanganku. Aroma pahitnya menyelinap masuk ke hidung, bercampur bau tanah basah yang baru saja disiram embun.
Dengan hati-hati, kubawa ke teras depan—perjamuan sederhana untuk kakakku, ya...