“Lo yakin di sini, Ya?” tanya Valin ragu-ragu saat dia, Maya, dan dua sahabat mereka, Vinda dan Rena, sudah tiba di sebuah restoran pizza siang itu. Maya senyum-senyum sendiri. “Ya! Ditanyain malah senyum-senyum sendiri! Gimana, sih?”
Maya tersenyum lebar, “Yakin, kok!”
“Gitu, ya?” imbuh Vinda tak minat seperti biasanya. “Jadi, yang mana orangnya?”
“Kayaknya belum datang, deh,” jawab Maya sambil memberi isyarat kepada sobat-sobatnya untuk mulai duduk di salah satu meja. Ketiga temannya mengikutinya.
“Nah, sambil nunggu, gimana kalau kita pesan dulu?” Maya menyarankan sambil tersenyum.
“Gue nggak pesan, deh. Lagi nggak ada duit,” kata Vinda spontan.
“Oow, jangan khawatir! Biaya makan kita hari ini gue semuanya yang tanggung!” seloroh Maya sigap.
“Beneran, lo?” Valin mendelik tak percaya.
“Of course! Sejak kapan gue jadi seorang pembohong? Lagian bokap gue baru aja dapat komisi dari kerjaannya di London kemarin-kemarin itu. Lihat, nih...” tanpa diminta, Maya menunjukkan segepok uang ratusan ribu. Semua temannya mendengus kagum, kecuali Rena yang memandang biasa saja. “J...