Tiga Detik Terakhir
Dua belas pria bersenjata mengepung kafe tua itu. Lampu neon berkedip, hujan deras membuat jalanan licin. Raka duduk sendirian di meja pojok, tangan kanan meraih cangkir kopi, tangan kiri sudah siap di bawah meja menggenggam pistol kecil berperedam.
“Target di dalam. Tangkap hidup-hidup,” suara di radio geng lawan terdengar jelas di telinga Raka. Mereka tak tahu ia menyadap frekuensi mereka sejak seminggu lalu.
Ketika pintu kafe ditendang keras, Raka sudah bergerak. Satu t...