Titipan Rindu

Oleh: Rinz Sugianto

Senja mulai mengalun, gumpalan awan hitam mulai melayang dan bertebaran di luasnya lazuardi yang tak bertepi. 

Sang surya perlahan mulai menenggelamkan diri diantara mega-mega berwarna jingga.

Senja tampak mulai menepi, sang malam kini merajai hari. Angin malam mulai berhembus lirih menyentuh indera peraba. Pintu petang mulai terbuka, seraya menggelapkan hari seolah memaksa diri untuk mengistirahatkan pikiran dan hati. 

Keremangan malam tak menghentikan suatu aktivitas di sebuah rumah berlantai dua, yang ditempati oleh seorang wanita paruh baya bersama dengan putri bungsunya. 

Rumah itu merupakan kediaman milik ibu Martina, dan tinggali oleh dirinya beserta putrinya yang bernama Riana. Sang suami sudah lama meninggal, sebenarnya beliau memiliki dua orang putri. Anak sulungnya bernama Rindu yang diasuh oleh saudara dari pihak almarhum sang suami.

Kala itu, keluarga dari ibu Martina sedang mengalami kesulitan ekonomi yang luar biasa, hingga dirinya dan sang suami harus merelakan salah satu anaknya untuk diasuh oleh orang lain.

Bagi mereka yang terpenting adalah orang tua angkat dari sang anak masih mahram. Keduanya yakin jika anak sulungnya akan dirawat dengan baik dan mendapatkan kehidupan yang layak.

"Ibu, aku mau keluar sama Rio malam ini. Ibu nanti jangan tunggu aku pulang, mungkin aku akan pulang larut malam." Seorang gadis cantik tampak berbicara dengan ibu kandungnya. Gadis itu adalah Riana Lestari, gadis berusia sembilan belas tahun yang merupakan bunga desa di kampungnya. 

Ibu kandungnya itu menentang dengan tegas keinginan putri cantikya.

"Harus berapa kali ibu katakan padamu, Rio itu bukan pria yang baik! Bahkan ibu sudah bisa menebak setiap malam minggu pasti dia mengajakmu untuk pergi ke tempat hiburan malam dan kalian pasti pulang dalam keadaan tidak sadarkan diri."

"Bu… Riana mohon, jangan salahkan Rio. Semua yang terjadi karena kesepakatan kami. Aku dan Rio menikmati semua itu."

"Bukannya ibu menyalahkan Rio, kamu juga salah. Ibu merasa gagal mendidik kamu, Nak. Ingat ayah kamu itu orang yang religius semasa hidupnya. Tolonglah jangan jadikan kelakuanmu yang tidak terpuji ini menjadi beban ayahmu di alam kubur. Contohlah kakakmu yang selalu menutup auratnya."

"Maafkan aku, Bu. Jangan samakan aku dengan anak terkasih ibu itu." Jelas sekali jika Riana tidak begitu menyukai sang kakak. 

Belum sempat menyelesaikan pembicaraan nya dengan ibu Martina, klakson mobil Rio terdengar menggema. 

"Sepertinya Riana harus pergi dulu, Bu. Itu suara klakson mobil Rio, dia sudah ada di depan rumah."

Sang anak meninggalkan ibunya begitu saja. 

"Astagfirullah, Riana. Apa kata orang diluar sana yang melihat penampilanmu seperti itu. Andaikan kamu tahu, tiap langkahmu keluar dari rumah tanpa menutup aurat, maka satu langkah juga ayahmu mendekat ke dalam derasnya api neraka," ucap sang Ibu lirih sembari mengelus dada. 

Saat itu Riana terlihat mengenakan pakaian yang cukup minim, dengan rambut panjangnya yang tergerai indah bak sutra. 

Beberapa jam kemudian, perasaan tidak nyaman tiba-tiba muncul dibenak ibu Martina. Kecemasan beradu dengan kekhawatiran yang tak bertepi, menggelayuti hati wanita renta itu. 

Suasana seketika berubah menjadi pilu, tanpa tahu penyebab yang memicu. Tak berselang lama, rasa kekhawatiran itu terjawab sudah, saat bu Martina menerima telepon masuk.

"Halo, selamat malam. Dengan keluarga dari saudari Riana?"

"Iya benar, saya ibunya. Maaf saya bicara dengan siapa, ya?"

"Saya dari rumah sakit Mitra Kasih, Bu. Saya ingin memberitahukan kalau putri ibu sedang dirawat di rumah sakit ini. Mbak Riana mengalami kecelakaan beberapa waktu lalu. Saya mohon ibu segera datang ke rumah sakit sekarang."

Jantung Ibu Martina bak dihujam pisau belati, hatinya tersayat oleh kabar itu. 

Seketika ia terjatuh dan terduduk di lantai rumahnya.

Wanita tua itu tak mampu menopang tubuh ringkihnya, saat mendengar berita buruk yang menimpa putri kesayangannya. 

Meskipun kakinya masih lemah untuk sekedar berdiri, tapi ibu Martina berusaha untuk menguatkan fisiknya dan segera bergegas menuju ke rumah sakit dengan berlinang air mata.

Setibanya di rumah sakit, ia pun menghampiri seorang resepsionis yang sedang berjaga malam itu. 

"Maaf, Mbak. Saya ibu dari pasien yang bernama Riana. Dia baru saja mengalami kecelakaan, dimana anak saya sekarang?"

"Sebentar, Bu. Saya lihat daftarnya dulu."

Resepsionis itu pun melihat ke layar komputer.

"Putri Ibu masih ada di ruang Unit Gawat Darurat."

Wanita tua itu berlari menuju ruang tersebut. Iya terkejut...

Baca selengkapnya →