Awali pagi dengan Bissmillah berharap menutup hari dengan Alhamdulillah, Jan, seorang mahasiswa tingkat akhir yang bangun lebih pagi dari biasanya dan berangkat ke kampus mendahului sang fajar bangkit dari pelukan malam. Sudah tiga hari berlalu, Jan membiasakan diri dengan rutinitasnya yang baru. Bangun lebih pagi, berolahraga, sarapan pagi, membaca quote dan berangkat ke kampus.
Jan yang berusaha dengan gigih melakukan rutinitas barunya, membuat dosen pembimbing tugas akhirnya pun terkejut dengan perubahan drastisnya. Bukan hanya itu saja penampilannya pun ikut berubah, yang biasanya datang ke kampus bak warga korban bencana alam kini layaknya seorang revolusioner Sebuah perubahan yang sangat mengejutkan alam dan makhluknya.
“Beberapa hari ini, saya perhatikan kamu datang lebih awal Jan. Bahkan mendahului para staf dan dosen di kampus. Ada sesuatu yang menarik? Tapi baguslah, yang jelas saya mau ini bertahan hingga nanti.” ucap bu Witari. “Dan besok, kamu harus daftar sidang. Saya kasih kamu acc hari ini.” ucap bu Witari yang sedang mengecek hardcopy tugas akhir Jan.
“Baik bu, terima kasih.” ucap Jan dengan lirih.
“Berkas-berkas lainnya, pitchdesk, kelengkapan data segera kamu persiapkan biar nggak gelagapan pas mendekati hari H.” ucap bu Witari.
Setelah pengecekan EYD dan analisis data, Jan meninggalkan ruangan bu Witari dan segera turun menemui staf tata usaha guna mengetahui persyaratan pendaftaran sidang. Melihat antusiasme pendaftar, Jan menghindari kerumunan dan pergi mempersiapkan hardcopy lainnya di percetakan langganannya.
“Woi bang, Selamat Pagi,” sapa Jan untuk teman curhatnya sekaligus pemilik percetakan Al-Thalita. “Print ada yang kosong bang?” tanya Jan yang sedang memarkirkan motornya.
“Ah, pasti disuruh print out lembar pengesahan dan lembar persetujuan kan?”
“Nah, tuh abang tau. Gila sih intelnya di kampus sampe tau gini.” ucap Jan bersemangat sambil merogoh flashdisk-nya.
“Siapa dulu Tino nih boss,” Sambil tertawa. “Tunggu bentar bro, gantian sama kakak itu. Ki… dah selesai belum ngeprint-nya soalnya tuan muda percetakan ini mau pake juga.”
“Belum bang, Kiki masih ngecek dulu print-an yang lain.” ucap salah satu pelanggan bang Tino.
“Kalau mau nge-print juga Ki, pake aje print yang di belakang tu.” ucap bang Tino menunjuk ke salah satu print yang baru saja ia beli minggu lalu. “Tuan muda bisa pakai yang di meja.” sambung bang Tino.
“Wah, ini nih yang aku suka. Pagi-pagi jadi tuan muda.” sambung Jan sambil memperhatikan kuantitas kertas di printer. “Ada kendala tak ni printernya bang?”
“Ada, cuma perhatiin tintanya, soalnya suka banjir,”
“Sipp…”
Melihat Jan yang terlalu sibuk dengan bahan sidangnya, sambil menyetel MP3 Muse – Hysteria membuat bang Tino sedikit terabaikan. Biasanya sesibuk apapun Jan masih tetap bisa berbicara atau bercanda. Namun kali ini, Jan terlihat sangat menyibukan dirinya dengan hardcopy dengan tanpa memperdulikan orang disekitarnya.
“Jan, duduk dulu. Nih Floridina, kakak itu yang beli.”
“Sekejap bang, mau ngeburu-buruin ini dulu.”
“Buat apa sih bang, kok harus buru-buru?” tanya pelanggan yang sedari tadi masih menunggu hasil print out-nya. Ia merupakan pelanggan setia bang Tino. “Duduk dulu lah, bagi waktu untuk diri biar lebih tenang.” ucapanya
“Bentar dulu deh, lagi sibuk banget nih.”
“Udahlah Ki, dia lagi ngerjain skripsi. Gitulah kalo kuliah nih, ribet.” jelas bang Tino kepada kakak tersebut.
Di tengah kesibukan Jan yang perlahan-lahan check and recheck setiap lembar print out-nya, pelanggan setia bang Tino menghampiri Jan.
“Kalo aku tekan ini boleh?” tanya kakak itu lagi sambil menyentuh tombol switch pada printer yang lagi on progress.
“Jangan kak, entar aku ngulang lagi satu semester” jawab Jan
“Duduk dulu, minum nih” sambil memberikan sebotol Floridina.
Untuk tidak memperpanjang resiko kerusuhan beliau, akupun langsung menerima Floridina tersebut dan membiarkan printer itu menyelesaikan tugasnya. Jan pun duduk ...