MATA Wani terus membelalak jeli, menyapu setiap sudut jalanan. Ia melangkah pasti, menyusuri selasar kampung. Mengabaikan kumandang azan yang saling bersahutan, seiring langit jingga yang beranjak petang.
“Farhanah! Di mana kau, Nak?” Mulutnya tak henti berteriak.
Namun, hingga kegelapan menyelimuti seluruh kampung, orang yang dicari tak kunjung datang. Para warga pun seolah tak peduli, mereka sibuk melakukan aktivitas masing-masing. Ada yang b...