Koridor rumah sakit pemerintah daerah itu jarang sunyi. Ada saja derap langkah tergesa-gesa, bunyi troli beroda tua berkarat yang berderit, dan bisikan-bisikan cemas; bercampur padu menjadi simfoni malam yang tak pernah usai. Di tengah suara-suara itu, Maya, seorang dokter muda PPDS Anestesi, berjalan dengan langkah yang tampak begitu ringan. Rambut pendeknya yang lembut bergoyang mengikuti irama langkahnya, senyum tipis tersungging di bibirnya.
"Maya, kamu yakin gak mau ikut makan malam?" tanya seorang perawat senior, Wulan, sambil menepuk pundak Maya dengan lembut.
Maya menoleh, senyumnya melebar. "Makasih, Bu Wulan. Saya masih ada beberapa catatan yang harus ...